Searching...
March 25, 2013

randomly random IV


Dari kecil, aku diajari buat engga ngomong sama orang asing.

Dan sekarang, berkat didikan macam itu, aku jadi males buat ngomong sama stranger. Oke emang bener malu bertanya sesat dijalan, tapi aku lebih milih buat engga ngomong aja sama stranger. Cuma kalo stranger-nya hot and interesting, bisanya cuma ngeliat aja, gamau ngomong.

Sedikit info: Melihat itu hipernim, turunannya ada melotot, mengintip, menengok, menatap, melirik, meninjau.
Tapi mungkin lebih tepatnya kalo aku itu seringnya menatap kali ya. Menatap itu kan dari mata ke mata, kalo yang begini aku sering lakuin malah. Apalagi sama stranger, sering banget deh yang namanya menatap.

Ga semua stranger juga yang bakalan ditatap. Cuman beberapa aja, itu aja syarat utama buat ditatap adalah objek tatapan harus menarik, regardless objek itu cantik atau engga. Semenjak aku ini sedikit introvert, hampir sebagian besar aku anggap sebagai stranger. Dan di kampus, hanya sedikit stranger yang menarik. Hanya bisa dihitung dengan jumlah jari ketika suit gajah-semut-manusia.

Tidak ada yang lebih menyenangkan selain menatap stranger itu…

Perempuan itu, aku bahkan tidak tahu apakah dia kuliah di jurusan yang sama denganku di jurusan Teknik Hasil Pangan. Aku tidak tahu siapa namanya. Temannya memanggil dia dengan nama ayunda. Tapi apalah sebuah nama kalau aku hanya bisa menatapnya.

Ayunda ini rambutnya panjang, cukup panjang untuk diikat menjadi dua seperti anak kecil. Dia suka sekali memakai baju yang lengannya panjang, dan tertutup. Tidak seperti adik kelasku yang memakai baju tanpa lengan, dengan kerah yang sangat rendah dan celana yang amat ketat, ayunda lebih sederhana dari itu.
Tak pernah juga aku sekalipun melihat dia mengenakan wedges, yang sebagian besar kaum hawa pasti memilikinya meskipun hanya sepasang. Sepatu ketsnya unik, jarang ada yang masih memakai sepatu seperti itu. Langkahnya lembut, tidak tergesa, bahkan jika ayunda berlari diapun tidak akan membuat suara yang berarti.

Kami hanya pernah saling menatap dari kejauhan…

Dalam hati aku sering berpikir, apakah ayunda sadar ketika aku menatapnya dari jauh? Dia terlihat sangat cuek dengan sekitarnya. Dia seringkali bercanda dengan temannya, berkumpul, dan seringnya membuat gaduh. Yang jelas, tawanya sangat lepas, tanpa beban. Aku sampai hafal mimik wajah ayunda jika dia tertawa, dia sungguh ‘menarik’.

Pernah kami berpapasan, aku sudah melihatnya dari kejauhan mengarah ke ruangan yang ada di belakangku. Mungkin dia ada kelas, pikirku. Waktu kami berpapasan, aku mencoba untuk tidak menyeringai, seperti  yang biasa aku lakukan jika sedang sendirian dan merasa senang. Ayunda ternyata membalas senyumku, senyumnya sungguh otentik, asli, original.

Senyumnya itu, apakah dia tersenyum kepadaku?

Atau dia hanya tersenyum ke orang lain? Atau mungkin ke pacarnya? Jadi dia punya pacar?

Aku terus berjalan ke tempat yang aku tuju; lobi kampus. Karena sudah sore, aku suka lobi kampus karena lobi itu tidak akan ada banyak orang. Dan aku terus bertanya-tanya tentang kejadian barusan. Senyuman ayunda itu untuk siapa? Apakah senyumannya untuk aku? Apakah senyumannya akan terulang?

Seperti yang dikatakan dalang kesukaanku, tiap hal didunia ini bersampingan. Bisa saja aku senang karena senyuman itu, tapi didalam hati aku bersedih memikirkan apakah senyuman itu akan aku lihat lagi. Didalam senyuman ayunda itu, ada kebahagiaan dan kesedihan.

Dan mulailah aku menatap ayunda lebih sering, berharap melihat senyumannya lagi yang entah ditujukan untukku, pacarnya, orang lain, atau senyumnya ditujukan ke angin yang berlalu karena angin itu membawa kesejukan di sore yang panas itu. Apakah baiknya aku bertanya pada angin?

0 komentar:

Post a Comment

 
Back to top!