Katakanlah kalau aku ini cowo yang terlalu goyah hatinya dan
engga bisa stay in love dengan satu orang saja karena terlalu sibuk randomly
fall in love with random girl. But you were wrong, ada juga masanya ketika cowo
seperti aku ini bisa tetap jatuh cinta pada satu orang.
Kalau ada yang bilang cinta tidak memandang fisik, that’s an
excuse. Itu cuma alasan buat seseorang yang sangat sempit melihat muka lain
dari cinta. Karena buatku, selalu fisik yang mengawali cinta agar bersemi. Apa aku
yang terlalu sempit melihat cinta? Entahlah. Tapi pernah aku stay in love
dengan satu perempuan, seperti perempuan yang aku temui di bangku kuliahan itu.
Aku membenci SPG dan senyuman palsu mereka, tapi tidak
dengan perempuan itu. Namanya gita, sebenarnya dia adalah kakak angkatan di
kuliahan, dia bekerja sebagai SPG tapi senyumannya untuk orang lain begitu
tulus. Kami terpaut selisih empat semester, meskipun ada satu mata kuliah yang
mengharuskan kami duduk di dalam kelas yang sama.
Aku lupa tepatnya hari apa dimana aku dan gita duduk di
kelas yang sama, kalau tidak salah setiap hari selasa, kuliah pathologi tanaman.
Tiap hari itu, aku selalu datang lebih awal demi bisa melihat gita lebih awal. Karena
terlalu malu-malu dan terlalu banyak bermain game ninja, bodohnya aku adalah
aku malah stalking dengan diam-diam benar-benar stealth seperti ninja yang ada
di game. Bodooooh.
Kalau udah masuk kelas, pasti aku masuk belakangan biar aku
tau gita duduk disebelah mana, dan memilih spot yang bagus. Dan buat aku, aku
lebih memilih untuk duduk berjauhan dari gita agar aku bisa sepuas-puasnya
memandang gita daripada duduk dekat dengan gita tapi tersipu malu dan tidak
berani memandanya barang sedikit.
Seperti detektif, aku memperhatikan apa yang gita kenakan
tiapkuliah itu. Dari baju seragam SPGnya, kemeja coklat bergaris, kemeja putih
polos, sampai kaos kerahnya yang warna warni. Dari sepatu hak tingginya yang
biasa digunakan berbarengan dengan seragam SPGnya, sepatu flat hitam dengan
pita kecil di ujungnya, hingga wedges yang terlalu casual untuk dipakai masuk
kuliah.
Waktu itu facebook masih sangat terkenal, apalagi untuk cowo
seperti aku begini, facebook sudah pasti di salah gunakan. Stalking status gita
sudah pasti menjadi pekerjaan dan kesibukan baru bagiku. Aku selalu
memperhatikan detail statusnya, siapa yang ikut menulis komentar, bahkan jumlah
like yang ada di status gita. Seperti penguntit professional.
Buat apa aku stalking dan merendahkan level seorang pencinta
ke level penguntit? Aku ini pemalu. Hanya itu jawabannya. Aku hanya ingin siap.
semisal ada suatu momen yang hanya kami berdua dan aku harus memulai obrolan
terlebh dahulu, ak bisa mengira-ngira apa yang harus aku katakana untuk memulai
sebuah obrolan. Aku selalu membayangkan akan berkata ini dan mengira-ngira dia
akan membalas itu atau ini.
Tapi kesempatan mengobrol itu tak kunjung datang, dan aku
semakin pintar membayangkan apa yang akan kami obrolkan bila datang waktunya
kami (harus) mengobrol.
Gita itu begitu menawan, berada di satu kelas bersama gita
saja sudah membuatku gugup.
Dan kegugupan itu berlangsung hingga 3 tahun lamanya,
kegugupan itu hilang ketika dia lulus dari kuliah dan tidak akan pernah kembali
ke kampus…
0 komentar:
Post a Comment