Menulis adalah kegiatan yang menyenangkan. Hal ini
menjadi pegangan oleh aku dan beberapa teman-teman di kampus. Aku mencoba
menuangkan pikiran ke dalam bentuk tulisan, apapun bentuk tulisannya. Memang sih
menulis itu tidak memberikan rasa sakit bila kita tidak menunaikan kegiatan
ini, sering pula terlupakan kegiatan ini. Sekali lagi, menulis kami coba
jadikan sebagai kegiatan yang menyenangan.
Bagi aku, menulis selalu dianalogikan dengan
berbicara. Keduanya sama-sama kegiatan komunikasi dengan orang lain. Ketika
bisa berjam-jam mengobrol dengan lawan bicara, bandingkan dengan kegiatan
menulis. Kita dididik untuk menulis HANYA JIKA kita mengerjakan tugas, PR,
dan hal akademik lainnya. Apakah tabu untuk menulis dalam level ini?
Kita selalu terpaut kegiatan akademis jika akan,
tengah, atau telah menulis. Essay tentang feminism, kritik pemerintah dalam
mata kuliah ilmu Politik, PR Mengarang, semuanya termasuk kegiatan menulis.
Kesalahan paling fatal adalah ketika kita BAHKAN tidak pernah mengedepankan kehidupan
diri sendiri dalam menulis. Kita mengutamakan tugas kuliah, kegiatan akademik
daripada menulis kisah hidup dan pemikiran masing-masing. Kasarnya, hal ini
bisa disebut sebagai perbuatan dosa terhadap diri sendiri.
Kebutuhan untuk menulis, seharusnya sama dengan
kebutuhan untuk berbicara. Sehari puasa berbicara mungkin membuat hidup
kurang bermakna tak lengkap seperti biasanya. Lalu jika seharian kita tidak
menulis, apakah rasa yang sama muncul? Tidak. Entah kenapa orang cenderung
melupakan menulis, dan menaruh kegiatan ini di urutan paling akhir.
Dalam kepercayaan apapun, keselarasan dan
keseimbangan adalah hal yang harus dijaga. Filosofi yin&yang, feng shui
elemen penyusun alam, mereka berbicara tentang hal ini. Ketimpangan dan
ketidakselarasan hanya akan membuat ‘sengsara’. Dalam berkomunikasi dengan
manusia lain, keseimbangan juga harus dijaga. Yang terjadi disaat ini kita
mengedepankan bicara, mendengar dan membaca. Menulis kita acuhkan, tidak
dianggap sebagai suatu hal yang penting atau’musiman’. Kemudian yang pasti
akan terjadi adalah, rasa ‘sengsara’ dari kurang pemenuhan akan kebutuhan
menulis. Otak hanya diprogram untuk mendengar dan membaca sehingga kita lebih
mahir berbicara. Padahal, bicara saja tidak cukup bagus.
Mahir berbicara memang membuat kita lebih mudah
menyampaikan pesan. Tapi ketimpangan komunikasi (hanya berbicara dan kurang
menulis) menyebabkan kita berbicara tidak lagi untuk menyampaikan pesan,
cenderung menipu, memanipulasi dan menguasai orang lain. Kita ‘pintar’ dalam
artian tertentu, tapi digunakan untuk ‘minteri’ orang lain.
Menulis itu melatih kesabaran. Dia menuntut kita
berpikir sedikit panjang dalam menyampaikan pesan daripada saat kita
berbicara. Orang cenderung berpikir pendek ketika berbicara. Ketika menjadi
suatu watak, spontanitas bukanlah suatu hal yang positif lagi. Kemudian kalau
setiap orang berwatak demikian, pikiran pendek tentu akan mengubah dunia.
Dunia akan menjadi ‘pendek’.
Menulis memang akan memaksa kita berpikir panjang.
Jarang sekali kita menemukan istilah ‘spontan menulis’, karena memang itulah
tabiat menulis. Kadang kita menemukan suatu situasi yang menempatkan berpikir
panjang dalam kolom ‘jelek’. Kalau menyangkut hal ini kita harus ingat
prinsip keseimbangan kembali, spontanitas yang terlalu mendominasi itu buruk.
Spontanitas dan berpikir panjang harus seimbang dalam penerapannya.
Tulisan yang jelek, alur yang maju mundur, idea
yang terlalu menyebar, focus penulisan yang tidak jelas. Dari menulis
sebenarnya kita mendapat banyak masukan dalam memperbaiki diri. Tulisan
melambangkan pikiran kita, karena dalam proses menulis kita berpikir, dan
proses ini berlangsung sangat panjang. Ketika ingin tahu seberapa cemerlang
pikiran kita, tengoklah tulisan kita. Masih buruk kah? Melatih pikiran itu
banyak caranya, tapi hanya lewat menulis saja kita bisa memetakan ide,
mengatur alur pikiran. Menulis itu tidak sulit, dan perlu untuk kita jadikan
kebiasaan tentunya. Lakukanlah dari hal terkecil, menulis ide anda sendiri
dalam kalimat-kalimat kecil. Kita tidak harus menciptakan sebuah novel atau
prosa kok kalau sedang mencoba untuk menulis :D
|
January 19, 2012
Related Posts
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment